“Terima kasih,  COVID-19 !” (Oleh Br. ER. Eko Wijayanto, fic  (Chile))

Merenungkan makna pandemi Virus COVID-19, memasuki pekan ketiga masa karantinaku  di Chile sekembalinya dari cuti 3 tahunan di Indonesia (13 Maret 2020), mengajakku  (sebagai manusia biasa) untuk menuliskan sejumlah percikan permenungan berikut ini:

Aku kira dunia punya caranya sendiri guna mencapai keseimbangan kembali dalam segala sesuatunya, pada saat segala sesuatunya  terbalik/kacau. Kita hidup di jaman yang penuh dengan paradoks (keanehan), tanda tanya, kejutan dan ketidakpastian.

Pada saat perubahan iklim global telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, dengan banyaknya bencana alam yang terjadi, muncullah Virus Corona (COVID-19) di Wuhan, salah satu kota di China. Dari sana menyebar ke banyak negara, yang mewajibkan pemblokiran, diskriminasi terhadap siapapun yang terinfeksi virus tsb., pembatasan bahkan larangan keluar - masuk ke negara atau daerah lain (lockdown), menyebabkan krisis kemanusiaan secara global, krisis kesehatan-ekonomi-sosial-moral, pengangguran, penutupan pusat-pusat perbelanjaan dan industri, sekolah-sekolah diliburkan, social distancing, menghilangkan kedekatan yang sesungguhnya (tak seorangpun bersentuhan, berciuman, berangkulan) dsb. Lalu, masih adakah hal-hal positif (berharga) yang bisa kita petik dari pandemi yang menyebabkan dunia  “berhenti” (paralyzed world) dan menangis menyaksikan begitu banyak  penderitaan yang ditimbulkannya?