|
29.03.2023 08:26:12 2478x read. INSPIRATION Pribadi dan Persekutuan (Theo Riyanto, FIC)
Sebagai pribadi manusia kita ingin membuat hidup ini sebaik mungkin dan memperoleh kebahagiaan sebesar mungkin. Kita berusaha sekuat tenaga untuk menjadi baik, menjadi utuh, sesempurna mungkin. Kita ingin bertumbuh dan berkembang sebagai manusia yang sempurna. Sebagai pribadi kita sebenarnya benar-benar pribadi yang positif, baik dan berpotensi untuk bahagia dan sejahtera. Kita diciptakan segambar dan serupa dengan Tuhan. Tuhan telah lebih dahulu jatuh cinta kepada kita. Kita sungguh dikenal secara mendalam oleh Tuhan, bahkan kita sangat dikenal karena “nama kita digoreskan ditelapak tangan Tuhan”, Tuhan sungguh mengenali kita secara pribadi karena “Ia memanggil aku dengan namaku”. Kita sangat berharga di mata Tuhan, kita dibeli dengan harga yang tinggi dengan tebusan Tuhan Yesus sendiri, kita hidup karena Yesus telah mati untuk kita. Kita sebagai pribadi sungguh-sungguh berharga, istimewa dan pantas untuk dicintai, untuk ditebus dan untuk dapat hidup bahagia dan sejahtera.
Menjadi pribadi yang hidup dalam persekutuan, kita hendaknya berusaha untuk menjadi sesama yang lebih baik, menjadi pribadi yang sungguh-sungguh baik. Menjadi pribadi yang sungguh-sungguh baik berarti paling tidak kita berusaha untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan orang lain; membuka diri bagi orang lain; rela menolong dan berkorban untuk sesama; rela mendengarkan orang lain; rela menerima kelebihan dan lebih-lebih kekurangannya; rela memuji keberhasilan orang lain dan lebih-lebih rela menerima kegagalan orang lain; rela menerima orang lain seperti adanya mereka; berani menyangkal diri untuk lebih mengutamakan kepentingan orang lain dan bersama; rela bergantung dan menyerahkan diri pada sesama, dan tentu saja rela hidup bersama orang lain dan untuk orang lain. Tentu ini merupakan hal-hal yang menjadi perjuangan terus menerus bagi setiap pribadi dan persekutuan. Panggilan sesungguhnya kita sebagai pribadi adalah pertama-tama menerima diri apa adanya; bertumbuh dan berkembang sesempurna mungkin danb kemudian menerima orang lain apa adanya dan berusaha menumbuhkembangkan orang lain. Dengan demikian diharapkan semakin lama kita bebas dari egoisme kita masing-masing, dan kemudian menjadi merdeka untuk mengasihi. Namun sekali lagi tugas ini bukanlah tugas yang mudah. Cita-cita ini luhur sekali dan sekaligus juga tidak mudah untuk mencapainya. Tugas ini tidak pernah akan selesai namun dengan rahmat Tuhan dan pertolongan sesama kita akan dapat mencapai hal ini sejauh mungkin, langkah demi langkah ke arah cita-cita luhur ini yaitu menjadi pribadi seperti Kristus dan membangun persekutuan seperti “satu tubuh dan sehati sejiwa” dalam Kristus. Dalam persekutuan yang terdiri dari pribadi-pribadi membutuhkan sikap dasar yaitu “saya membutuhkan orang lain” dan “orang lain membutuhkan saya”. Pertama-tama alasannya adalah bahwa kita sebagai pribadi hanya dapat bertumbuh dan berkembang jikalau berada bersama orang lain. Kita semakin menjadi diri sendiri karena ada orang lain. Kita bertumbuh di dalam lingkungan orang lain yaitu di keluarga, di lingkungan tetangga, di lingkungan sekolah, di lingkungan teman sebaya, di lingkungan kerja dan seterusnya. Sebagai pribadi kita dapat bertumbuh dan berkembang jikalau mendapatkan penerimaan yang tulus, mendapatkan penghargaan yang penuh kasih. Kita dapat terhambat dalam pertumbuhan dan perkembangan jikalau kita tidak diterima, tidak dihargai oleh orang-orang yang berada di sekitar kita. Kita sungguh membutuhkan orang lain untuk dapat bertumbuh dan berkembang. Kita sungguh membutuhkan pihak lain untuk menjadi sempurna. Sebaliknya tentu saja orang lain juga sangat membutuhkan kita. Jika kita menerima dan mencintai orang lain maka kita ikut membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Kita juga hendaknya menyediakan diri untuk menerima cinta dan perhatian mereka. Dengan menerima cinta dan perhatian mereka, kita membantu mengembangkan mereka dan sekaligus juga mengembangkan diri sendiri. Maka hendaknya hubungan antar pribadi kita usahakan menjadi relasi akan pengalaman akan Tuhan yaitu hubungan yang penuh kepercayaan, tanpa syarat, tanpa memihak, penuh kerelaan untuk melibatkan diri dalam hidup orang lain, menerima tanggungjawab untuk dan dari orang lain. Hubungan itu pada dasarnya adalah hubungan cintakasih. Merupakan suatu persekutuan berarti kita saling mendampingi dalam suka dan duka, saling memahami, saling menghargai dan menolong, saling memberi perhatian dan cinta, saling mendukung dan memberikan semangat. Kita berusaha saling menolong dalam pertumbuhan dan perkembangan. Kita berusaha menjadi pribadi bagi sesama, manusia yang dewasa dan sekaligus bagi sesama. Hanya mereka yang berkepribadian yang dapat turut membangun suatu persekutuan yang dicita-citakan bersama. Semakin otonom dan berdiri sendiri sebenarnya semakin mampu menyumbangkan suatu yang berharga dalam kebersamaan. Dalam persekutuan, setiap pribadi ingin dimengerti dan dicintai, tetapi justru dalam hal inilah kita sering dikecewakan. Justru dalam hal inilah kita sering memiliki masalah. Banyak diantara kita yang terluka karena ditolak, karena tidak dimengerti, karena disingkirkan, karena tidak mendapatkan cinta. Mengapa ini terjadi? Ya karena justru dalam soal relasi dan komunikasilah terlibat seseorang sebagai pribadi sepenuhnya. Bahkan tidak sedikit religius yang mengundurkan diri bukan karena prinsip sudah tidak terpanggil lagi namun karena persoalan-persoalan relasi dan komunikasi di dalam persekutuan. Soal penerimaan dan penolakan, soal dicintai dan dibenci, soal dimengerti dan diadili dan seterusnya. Seringkali bukan karena kurang berdoa atau kurang berhasil dalam menjalankan karya, namun kurang berhasil dalam hidup bersama atau karena masalah persekutuan. Namun janganlah kita berhenti berjuang untuk selalu membangun relasi dan komunikasi yang sehat dengan orang lain walaupun kita terluka, walau kita diadili, walau kita tidak dimengerti, sebab dengan mengusahakan terus menerus, akhirnya akan saling memahami dan menerima. Tidak perlu takut dan kawatir membuka diri, walau tetap waspada, karena pribadi dewasa akan tetap menerima diri seseorang walaupun mungkin tidak dapat menerima perbuatan atau sikap tertentunya. Kita menolak perilaku tertentu tetapi tetap mencintai orangnya, pribadi keseluruhannya. |