|
27.07.2020 17:30:35 2333x read. INSPIRATION PENDIDIKAN NILAI DALAM KELUARGA (Oleh: Theo Riyanto, FIC). PENDIDIKAN NILAI DALAM KELUARGA (Oleh: Theo Riyanto, FIC).
Sekedar Pengalaman. Dua kebiasaan keluarga yang masih sangat jelas dalam ingatan saya adalah bapak yang selalu mengumpulkan anggota keluarga untuk berdoa bersama dengan didahului pembacaan Kitab Suci dan ibu saya yang hampir setiap malam berdiri di samping tempat tidur anak-anaknya untuk berdoa bagi anak-anaknya. Saya masih ingat buku Kitab Suci yang dibacakan adalah kitab suci berbahasa jawa dan ada gambar-gambarnya. Saya pun senang untuk membaca kisah-kisah di dalamnya dan mengamati gambar-gambar yang ada. Kesan bahwa ibu berdoa di samping tempat tidur saya, membuat saya rajin berdoa juga setiap malam dan meyakini bahwa ibu dengan cara yang sederhana “mempersembahkan” anak-anaknya kepada Tuhan. Saya merasakan bahwa dua kebiasaan ini adalah cara orang tua saya mendidik dan memelihara iman anak-anaknya. Ada satu peristiwa yang juga sangat jelas terekam dalam memori saya. Pada suatu saat terjadi hujan yang sangat deras disertai angin badai dan halilintar menyambar-nyambar, bagian dapur kami yang sangat sederhana bocor di mana-mana, dinding bambu terkoyak, bapak lagi bekerja di luar kota, ibu menggendong adik saya dan saya mendekap kaki ibu ketakutan. Satu doa ibu yang diulang-ulang yaitu “Gusti nyuwun kawelasan, Gusti nyuwun katentreman, Gusti nyuwun keslametan”. Saya merasakan bahwa ini adalah kepercayaan dari orang yang sederhana yang menyandarkan hidupnya kepada Tuhan dan secara tidak langsung mengajarkan kepada saya untuk mempercayakan diri dan menyerahkan diri kepada Tuhan yang akan memberikan belaskasih, kedamaian dan keselamatan. Pendekatan Pembinaan Di dalam keluarga sangatlah penting anak-anak mendapatkan pembinaan nilai yang tepat guna untuk hidupnya. Orang tua hendaknya tidak bosan untuk selalu memberikan nasihat, teladan, ruang pilihan, kesempatan untuk mengambil keputusan, keleluasaan bagi anak-anak untuk meneladan, mengikuti dan menilai baik buruk, benar salah suatu sikap atau perbuatan. Pembinaan watak atau nilai, tidak sekedar pembelajaran mengetahui tentang yang baik dan buruk, tentang yang benar dan salah, tetapi merupakan pelatihan pembiasaan terus menerus tentang sikap benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Anak itu adalah ‘Peniru ulung” dan sekaligus “Pembelajar ulet”, maka pembiasaan dan pembinaan nilai perlu dimulai sejak usia dini. Ingatlah juga bahwa pembentukan kebiasaan itu terjadi karena hal-hal yang dilihat dan didengar kemudian disimpan dalam memori, selanjutnya ingatan dalam memori mempengaruhi cara berpikir orang dan kemudian ada dorongan kuat untuk mewujudkan apa yang dipikirkan itu dalam tindakan dan sikap. Kalau hal ini dilakukan terus menerus maka akan menjadi kebiasaan dan kemudian sifat seseorang. Kalau obyek yang dilihat dan didengar adalah hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang kita junjung tinggi, maka anak-anak juga akan memiliki kebiasaan demikian. Bahkan akan memiliki sifat yang salah dan keliru.
Menentukan Tujuan Pembinaan Orang tua hendaknya telah memiliki menentukan seperangkat nilai-nilai yang hendaknya dimiliki oleh anak-anak mereka, sebelum mengadakan pendidikan iman dan nilai-nilai kepada mereka. Nilai-nilai dan perwujudan iman mana yang ingin dilatihdan dikembangkan? Dan yang lebih penting lagi adalah nilai dan sikap perwujudan iman yang dimiliki orang tua yang mana yang hendak diteladankan kepada anak-anak. Ingatlah bahwa orang tua tidak hanya bertugas untuk memelihara secara fisik anak-anak tetapi yang penting juga adalah mendidik anak-anak dengan nilai-nilai yang dimiliki. Potret model pembinaan dari orang tua dan nilai-nilai orang tua akan menentukan tujuan pendampingan dan pengembangan nilai-nilai anak-anak. Setiap orang tua menghendaki agar anak-anaknya menghayati dan melaksanakan nilai-nilai yang diyakini baik dan benar yang diperoleh dari orang tua, yang kemudian menjadi nilai-nilai yang dihargai dan diyakini karena bermakna dalam hidup. Cara yang baik untuk menolong anak-anak agar mereka dapat memiliki watak yang baik sesuai dengan harapan kita, antara lain adalah: Pertama, menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar dari semua tingkahlaku yang etis dan bermakna. Kedua, menemukan nilai-nilai yang sangat penting, dan ciptakan pengalaman bagi anak-anak untuk dapat menilai bahwa nilai-nilai itu baik dan bermakna dengan memberikan penguatan dan peneguhan jika mereka melakukannya. Ketiga, selalu berikan ganjaran dan dukungan secara positif kepada anak-anak jika mereka melakukan sesuatu berdasarkan nilai-nilai seperti yang anda ajarkan dan latihkan. Keempat, berikan kepada anak-anak waktu, perhatian dan tuntunan yang dapat dilihat untuk melaksanakan nilai-nilai yang orang tua ajarkan. Kelima, ciptakan suatu kesempatan agar anak-anak dapat melakukan pilihan atau keputusan yang bermakna bagi diri mereka sendiri. Dan keenam, hayatilah hidup Anda sebagai orang dewasa seperti yang Anda sendiri harapkan akan dihayati oleh anak-anak Anda.
Jadilah Teladan! Ada pepatah mengatakan bahwa “Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang baik bagi orang tuanya, tetapi mereka dapat menjadi peniru ulung pada orang tuanya”. Anak-anak belajar melalui melihat apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat mendengarkan nasihat kita. Nilai yang kita ajarkan kepada mereka melalui kata-kata, hanya sedikit yang mereka lakukan, sedangkan nilai yang kita ajarkan melalui perbuatan dan mereka mengalami sendiri, akan banyak yang mereka lakukan. Apa yang kita kerjakan, apa yang kita lakukan, perilaku dan sikap perwujudan iman kita merupakan pendidikan watak yang terjadi setiap hari, dari pagi sampai malam. Manjadi model pelaksana moral dan iman bagi anak-anak bukan suatu pilihan bebas, tetapi merupakan suatu keharusan yang tak terelakkan sebagai orang tua. Ini adalah kenyataan hidup. Kita menjadi teladan mereka setiap hari, oleh karena itu kita hendaknya berhati-hati dalam berkata-kata, bersikap dan bertingkahlaku di hadapan anak-anak. Anak-anak belajar mengenai moral dan etika melalui keteladanan orang tua, pendidik, tokoh masyarakat dan juga orang-orang dewasa di sekitar mereka. Ini tidak berarti bahwa pengajaran moral dan etika melalui kata-kata tidak penting. Tetapi yang paling banyak mempengaruhi perilaku moral, etis anak-anak adalah keteladanan dibanding dengan petuah atau nasihat. Kita dapat membandingkan dengan “Piramida Pengaruh”. Pada piramida pengaruh ini dinyatakan bahwa nasihat dan kata-kata hanya mempunyai pengaruh kecil terhadap sikap dan perilaku seseorang. Adapun relasi dan komunikasi memiliki pengaruh yang lebih besar daripada nasihat atau kata-kata belaka. Sedangkan pengaruh yang terbesar terjadi jikalau diberikan melalui keteladanan, contoh dan dibarengi adanya relasi dan komunikasi yang baik serta kata-kata yang selalu diingat berulang-ulang. Bebrapa hal berikut dapat dilaksanakan, misalnya: Sadarilah bahwa Anda merupakan teladan utama bagi anak-anak! Sadarilah pula bahwa anak-anak akan mengukur perilaku dan sikap Anda dengan nasihat yang sering Anda berikan! Tunjukkan kepada anak-anak nilai-nilai penting Anda melalui kegiatan dan pengalaman harian! Tunjukkan kepada anak-anak bahwa Anda pribadi yang ramah, positif dan terintegrasi! Hadapilah anak-anak dengan penuh penghargaan dan penghormatan, cintai mereka dengan cinta yang tanpa syarat dan mengertilah mereka dengan hati yang penuh pengertian! Dasarkan kata-kata, sikap dan perilaku kita pada nilai-nilai, budaya keluarga dan masyarakat. Yang terakhir adalah yakinlah terhadap nilai-nilai yang Anda miliki.
Harapan yang Realistis Seringkali karena ketidaktahuan orang tua akan tahap-tahap perkembangan moral anak-anak, mereka merencanakan harapan yang tidak realitis, tidak sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan anak. Menurut Lawrence Kohlberg disebutkan bahwa tahap prakonvensional terjadi pada anak-anak TK sampai dengan kelas tiga Sekolah Dasar. Pada tahap ini kesadaran moral yang muncul adalah orientasi pada hukuman dan ketaatan, akibat fisik yang dialami belum sampai pada arti dan nilai manusiawinya dan orientasi hedonis untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Pada masa ini penanaman nilai budi pekerti dan perwujudan iman harus dimulai dengan latihan kongkret, sederhana, mudah dilakukan dan tidak menimbulkan perasaan takut, malu, khawatir dan perasaan bersalah. Pada tahap ini, anak-anak menuruti atau mentaati peraturan hanya karena ingin lepas dari “persoalan” dengan orang tua, sebagai pihak yang kuat dan penuh kuasa serta tahu segalanya, sedangkan anak-anak sebagai pihak yang tak berdaya dan lemah serta tidak tahu apa-apa. Motivasi mereka melakukan yang baik hanya supaya tidak terkena hukuman, supaya tidak ada persoalan dalam relasinya dengan orang tua. Anak-anak usia empat sampai lima tahun tidak dapat dituntut untuk melakukan sesuatu di luar motivasi ini. Mereka tidak tahu alasannya apa dibuat peraturan tertentu, mereka tidak tahu bahwa dalam masyarakat diperlukan seperangkat aturan untuk menjaga ketentraman dan keamanan. Mereka hanya tahu bahwa aturan dipaksakan kepada mereka oleh suatu kekuatan yang besar dari orang tua agar orang tua tetap berkuasa dan kuat serta dapat mengaturnya. Anak-anak pada usia ini tidak dapat membatinkan nilai-nilai sebagai prinsip yang mendasar. Nilai budi pekerti diterima sebagai mekanisme “hanya ada satu jalan”. Anak-anak dikontrol dan dikendalikan oleh orang tua, adik diawasi kakak, yang lemah dikuasai oleh yang kuat. Dalam hal ini tidak ada prinsip “memberi dan menerima”. Langkah-langkah yang mungkin dapat dilaksanakan pada masa ini, misalnya: Ketika anak-anak bertanya “mengapa?”, jelaskan alasannya secara sederhana dan mudah dimengerti. Ketika mereka memprotes bahwa kita tidak adil, tidak sebanding, jelaskan kepada mereka bahwa adil tidak selalu sama dan sebanding. Bangunlah alasan yang bermoral dan sesuai dengan perwujudan iman! Sebab pada masa ini adil bagi mereka adalah terpenuhinya keinginan mereka. Jelaskan juga bahwa tidak semua yang diinginkan selalu dapat dipenuhi, karena alasan sosial, ekonomi dan keagamaan atau bertentangan dengan perwujudan iman.
Tunjukkan Cinta tanpa Syarat Anak-anak akan dapat mengembangkan kemampuan sosialnya secara sehat, jikalau memperoleh pengalaman bahwa diri mereka berharga, berkemampuan, berpotensi dan pantas dicintai. Ini hanya akan terjadi jika orang tua memiliki kemampuan tulus untuk mencintai anak-anaknya tanpa syarat. Memberikan cinta tanpa syarat kepada anak-anak merupakan anugerah yang tak ada duanya pada pertumbuhan anak-anak. Anak akan memiliki perasaan aman, nyaman dan harga diri yang baik, bukan karena bagaimana orang tua mencintainya tetapi bagaimana ia merasakan dan mengalami dicintai. Oleh karena itu, penting sekali pada masa ini bahwa anak-anak mengalami dan merasakan kasih sayang orang tua dengan cinta tanpa syarat. Dengan setiap hari mengalami dan merasakan dicintai oleh orang tuanya, anak-anak akan semakin yakin bahwa dirinya dicintai dan memang pantas dicintai. Setiap anak membutuhkan sapaan, perhatian, penghargaan secara positif dan cinta tanpa syarat untuk mengembangkan dirinya yang berharga. Berdasarkan modal ini anak akan mampu memandang dan memperlakukan orang lain dengan cinta dan perhatian, memperlakukan orang lain secara etis. Anak akan memandang teman-temannya pantas dicintai, dihargai, dan diperhatikan seperti dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti bahwa orang tua tidak boleh menegur tindakan negatif anak. Orang tua tetap harus menegur dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran atau perbuatan negatif anak. Hanya, orang tua harus membedakan antara perbuatan yang dilakukan dengan pribadi anak itu sendiri. Bukan anak itu yang membuat kita marah, tetapi salah satu perbuatannya. Kita dengan sabar menunjukkan kesalahan sikap atau perbuatannya tetapi sekaligus kita tetap menyayanginya sebagai anak. Cinta tanpa syarat itu berpusat pada kepribadian anak, sedangkan pendisiplinan itu terfokus pada perilaku ddan siakap anak saja. Bagaiamana kita dapat menunjukkan bahwa cinta kita kepada anak-anak adalah cinta tanpa syarat? Pertama, tunjukkan cinta tanpa syarat kita dengan menciumnya, merangkulnya, membopongnya, mendekapnya, dan sampaikan kata-kata yang positif. Kedua, dasarkan cinta kita pada siapakah dia bukan pada apa yang mereka perbuat. Ketiga, tunjukkan rasa penerimaan dan pengalaman didukung secara positif setiap hari. Keempat, cari kesempatan yang tepat untuk menghargai perilaku positif mereka. Dan kelima, tegur perilaku negatif mereka, sekaligus tunjukkan bahwa cinta kita tidak berdasarkan perilaku mereka.
Sokonglah Harga Diri Anak Anak-anak yang hidup dalam suatu keluarga dengan harga diri yang cukup positif akan lebih mengalami dihargai, dicintai, diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri yang kuat dibanding dengan anak-anak yang tinggal dalam suatu keluarga dengan harga diri yang cukup negatif. Keluarga dengan harga diri rendah biasanya gampang menghakimi, menghukum, menyalahkan anak-anak. Sementara anak-anak yang berada dalam keluarga dengan harga diri yang positif akan merasa diterima, dicintai dan diperhatikan. Keluarga ini biasanya bercirikan keluarga demokratis baik dalam suasana maupun dalam praktik sehari-hari. Bagaimana caranya untuk mengembangkan harga idri yang positif pada anak-anak? Sadarilah bahwa harga diri merupakan faktor yang sangat penting untuk menciptakan agar hidup lebih membahagiakan, bernilai, dan bermakna. Milikilah harapan yang jelas dan konsisten mengenai sikap yang Anda harapkan dari anak-anak. Hormati dan hargai setiap pendapat dan gagasan anak-anak. Bantulah anak-anak untuk menghargai keunikannya. Dan berilah kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan dan menunjukkan kemampuan-kemampuannya.
Orang Tua sebagai Pembimbing Syarat untuk menjadi pembimbing yang efektif adalah dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain. Pembimbing hendaknya mampu menciptakan suasana saling percaya sehingga akhirnya anak-anak yang dibimbing mampu membinbing dirinya sendiri. Rasa saling percaya terbangun jikalau orang tua sebagai pembimbing bersikap penuh pengertian, perhatian dan dapat menjadi teladan yagn dpat dipercayai. Orang tua sebagai pembimbing hendaknya juga jujur dan terbuka tentang dirinya sendiri, terhadap gagasan dan perasaannya, sehingga ia diterima dan dipercaya. Orang tua sebagai pembimbing hendaknya sungguh memberikan perhatian dan minatnya kepada pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Kualitas orang tua sebagai pembimbing ditentukan oleh sikap dan relasinya yang dibangun terhadap anak-anak. Orang tua hendaknya membangun dirinya menjadi pribadi yang menarik, pandai bersahabat, membuat orang lain nyaman bersamanya, mampu memberikan rasa kepuasan kapada anak-anak dan tentu saja memberikan sesuatu yang bernilai dan bermakna. Orang tua sebagai pembimbing anak-anak hendaknya menyadari keberadaan diri termasuk nilai-nilai yang diyakininya. Orang tua harus tahu betul siapa dirinya, nilai terpenting dalam hidupnya, dan juga cita-cita atau harapannya. Orang tua juga hendaknya mampu menganalisa perasaan-perasaanya, sehingga dapat mengelolanya dengan baik, mengatur perasaan dan bukannya diatur oleh perasaannya yang dapat berpengaruh negatif terhadap anak-anak. Orang tua juga harus mampu menjadi teladan dan mampu mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku anak-anaknya termasuk juga dalam mewujudkan nilai-nilai yang diyakininya. Dan yang tidak kalah penting orang tua juga hendaknya memiliki sikap mengutamakan kepentingan orang lain. Penting juga dalam hidup bersama orang tua sebagai pembimbing memiliki kepekaan etika yang tinggi, memiliki sopan santun sesuai dengan adat-istiadat masyarakat serta memiliki tanggungjawab yang besar.
Akhirnya Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa penciptaan suasana yang kondusif untuk pendidikan nilai-nilai jauh lebih penting dan sekaligus jauh lebih sukar dibandingkan dengan pemberian nasihat, kotbah, aturan mengenai bagaimana sebagaiknya hidup berdasarkan nilai bagi anak-anak. Dan kedua yang berat tetapi sangat dibutuhkan adalah keteladanan dari pihak orang tua dalam melakasanakan nilai-nilai keutamaan. Tentu saja ada teknik lain misalnya menyediakan bacaan atau video tentang nilai-nilai keutamaan, dan lain-lain. Dan yang juga bisa dilakukan adalah metode klarifikasi nilai, anak diminta untuk memilih sendiri dalam suatu kasus benturan nilai-nilai. Selaamt mecoba utnuk melaksanakan.
|