GENERAL COUNCIL F.I.C. - Prins Bisschopsingel 22, 6211 JX Maastricht, The Netherlands  Phone: *31 (0) 43 3508373
Saturday, April 20 2024  - 1 User Online  
HOMEGUESTBOOKCONTACT USFORUM 



09.09.2020 14:10:03 2403x read.
INSPIRATION
Merdeka Belajar (suatu refleksi inspiratif berdasar pemikiran Ki Hajar Dewantara).

Merdeka Belajar

(suatu refleksi inspiratif berdasar pemikiran Ki Hajar Dewantara).

Sebenarnya hal ini merupakan suatu tema yang menarik untuk dibahas panjang lebar sesuai dengan hakikat, tujuan, makna, situasi pendidik dan anak didik, serta situasi yang sangat majemuk kualitas sekolah dan situasi alam di Indonesia. Saya hanya akan membahas dari kacamata pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang sesuai dengan karakter dan budaya kita.

Menteri Pendidikan kita merumuskan, merdeka belajar adalah bahwa unit pendidikan, yaitu sekolah, guru, dan murid punya kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Tentu saja menurut saya proses dan hasil yang hendak dicapai adalah menjadikan manusia-manusia merdeka. Lalu apakah manusia merdeka yang dimaksudkan adalah manusia merdeka menutur Ki Hajar Dewantara?

 

Manusia Merdeka

 

Manusia merdeka menurut Ki Hajar Dewantara adalah merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama. Setiap pribadi merdeka hendaknya mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cintakasih, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia.

Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut, suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Hak setiap individu hendaknya dihormati. Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual, tetapi juga aspek afektif, psikomotorik dan konatifnya. Pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu, tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi dan keunikan mereka harus tetap dipertimbangkan. Pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri. Untuk membangun suasana ini pendidik atau guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Dalam rumusan dari Nadin Makarim disebutkan salah satunya sebagai guru penggerak. Guru penggerak adalah guru atau pendidik yang mengutamakan muridnya dari apapun, bahkan dari karirnya pun dia lebih mengutamakan murid dan pembelajaran murid. Karena itu dia akan mengambil tindakan-tindakan tanpa disuruh, tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik demi murid-muridnya.

 

Belajar secara merdeka akan menghasilkan seseorang yang  mampu membangun karakternya. Peserta didik bertumbuhkembang sesuai dengan keberadaan dan keunikan mereka. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

 

Apa Saja yang Diperlukan? (Merdeka Belajar)

Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik, artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara sempit harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik secara utuh. Jadi sebenarnya tidak hanya guru atau pendidik yang harus menjadi penggerak tetapi semua pihak, termasuk institusi dan sistemnya. Semua harus mengutamakan kepentingan murid atau peserta didik, harus berpusat pada tumbuhkembang murid secara optimal. Seperti misalnya kemampuan bernalar, berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi pribadi yang utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar dikembalikan sebagai subyek (dan juga obyek) pendidikan dan bukannya obyek semata-mata.

 

Pentinglah pemberian otonomi pendidikan pada sekolah masing-masing untuk menentukan visi dan misinya dan melaksanakannya sehingga menghasilkan peserta didik yang selain cerdas, berkeahlian sekaligus berkepribadian tangguh. Untuk ini diperlukan tenaga-tenaga profesional, karena membutuhkan kemampuan-kemampuan seorang guru sebagai “Artist, scientist, and technologist.” Kepala sekolah perlu memiliki sikap kepemimpinan sekolah (school leadership) dan keterampilan mengelola pendidikan (educational management). Seorang calon Kepala Sekolah perlu mendapatkan training secara menyeluruh tentang mutu kepribadian, kepemimpinan sekolah dan pengelolaan pendidikan. Sistem kepemimpinan yang partisipatif, delegatif, terbuka dan selalu melihat ke depan tanpa melupakan evaluasi sangat dibutuhkan pada zaman sekarang ini. Strategi yang digunakan adalah optimalisasi semua komponen sekolah seperti kesiapan peserta didik, motivasi dan usaha keras sekolah, dukungan keluarga dan masyarakat (komite sekolah). Jika sarana, peserta didik, dan lingkungan optimal, ditambah dengan proses belajar mengajar yang efektif, dinamis dan berkualitas, dalam arti “belajar merdeka” maka kualitas lulusan akan seperti yang diharapkan dalam visi dan misi serta jabarannya.

 

Selain itu kita juga membutuhkan pendidik atau guru efektif dan komunikatif yang memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi, dan keinginan untuk melayani peserta didik (masyarakat). Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.

 

Pengelolaan kelas tidak sekedar pada hal-hal teknis atau menyangkut strategi belaka, namun lebih menyangkut faktor pribadi-pribadi peserta didik yang ada di kelas tersebut. Pengelolaan kelas tidak dapat dilepaskan dari aspek manusiawi dari pembelajaran dan pengajaran. Pengelolaan kelas yang ditekankan pada bagaimana mengelola pribadi-pribadi yang ada akan lebih menolong dan mendukung perkembangan pribadi, baik pribadi peserta didik maupun pribadi gurunya. Kelas yang dikelola dengan cara demikian, peserta didik tidak hanya akan berkembang intelektualitasnya saja, namun juga aspek aspek afektif, konatif, dan sosialitasnya. Kelas hendaknya dikelola sedemikian rupa yang memungkinkan peserta didik belajar merdeka. Sebab belajar ternyata tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi juga aspek perasaan, perhatian, keterampilan dan kreativitas. Proses belajar hanya efektif jika ada relasi dan komunikasi yang bermutu antara pendidik dan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Guru yang tidak menyampaikan kualitas dan makna hidupnya dalam setiap mata pelajaran yang diembannya kepada anak, tidak akan banyak berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak. Kelas atau kegiatan belajar mengajar hendaknya menjadi suasana yang menggairahkan dan mengasyikkan untuk kegiatan eksplorasi diri dan menemukan identitas diri. Maka pengajaran secara integral mesti berkaitan dengan pendidikan nilai.

 

Perlu juga dikembangkan dan diterapkan pendidikan humanis. Pendekatan pembelajaran humanis memandang  manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanis adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.

 

Pertanyaan Besar?


 

Mampukan dunia pendidikan kita berkembang menjadi tempat dan sarana untuk menjadikan manusia merdeka melalui belajar merdeka? Kualitas-kualitas apa saja yang hendaknya dimiliki sebagai manusia merdeka di zaman sekarang  dan yang akan datang? Kebutuhan apa saja yang akan “ditemui” oleh peserta didik untuk masa 10 sampai 30 tahun yang akan datang, apakah kita mampu memberikan “kemerdekaan” pada mereka untuk memilih dan memiliki pola hidup dan karya tertentu? Banyak pertanyaan dapat kita rumuskan secara kritis sehubungan dengan belajar merdeka, dan kalau masih banyak pertanyaan kritis, maka masih perlu dirumuskan secara jelas dan gambling, sehingga tidak membingungkan semua pihak dan jangan sampai menjadi kebijakan sesaat yang tidak memiliki peta biru yang kuat dan jelas. Silakan direfleksikan bersama, kita cari jawabannya dan diusahakan bersama penyempurnaannya, atau sebenarnya perlu ditemukan filosofi pendidikannya yang sesuai dengan semangat nasionalitas kita seraya menjawab tantangan zaman yang akan datang? Silakan….

 

Theo Riyanto, FIC

Pencinta pendidikan








^:^ : IP 9.9.7.1 : 2 ms   
BROTHERS FIC
 © 2024  http://brothers-fic.org//