|
07.11.2024 18:02:18 107x read. INSPIRATION Mendengarkan Diri sendiri (Theo Riyanto, FIC)
Kita hendaknya membiasakan diri untuk mendengarkan suara hati daripada kepada hal-hal yang berada di luar diri-sendiri. Seringkali yang kita lihat pada wajah orang lain bukanlah dirinya yang sesungguhnya, seperti juga pada wajah kita. Yang kita lihat seringkali bukan suatu kenyataan yang sebenarnya pada wajah seseorang. Yang terlihat pada wajah orang seringkali bukan pantulan dari yang dari dalam diri. Yang tampak di luaran atau yang terpancar dari wajah seringkali tidak mencerminkan yang ada di dalam diri seseorang. Sama seperti yang sering kita lakukan, yang kita tampilkan di luar (untuk orang lain dan untuk diri-sendiri) seringkali tidak sesuai dengan apa yang hidup di kedalaman diri kita. Yang kita tampilkan melalui wajah kita, belum tentu selalu sesuai dengan apa yang sedang hidup di dalam diri. Masyarakat yang hipokrit, selalu menampilkan kepura-puraan, suatu kemunafikan, yang tampak tidak sama dengan yang ada di dalam. Masyarakat yang hipokrit “menuntut” kita untuk tidak menampilkan kedalaman diri, tidak menampilkan wajah sesungguhnya diri kita. Intinya adalah “sembunyikan dirimu yang sesungguhnya!” Kita hanya menampilkan diri kita yang sesungguhnya kepada mereka yang sungguh intim dengan kita dan kepada mereka yang mau memahami diri kita. Tetapi siapakah yang mau mengerti atau memahami diri kita? Karena bahkan orang yang mencintai dan kita cintai pun seringkali juga tidak menampilkan wajah dirinya yang sesungguhnya. Belum tentu mereka dapat mengerti kita, karena dapat terjadi suatu saat mereka mencintai kita, namun pada saat berikutnya tidak ada lagi cinta tersebut. Sehingga akhirnya setiap pribadi menjadi tertutup, seperti sebuah pulau tersendiri di tengah lautan dan terasing. Janganlah hanya melihat sesuatu pada diri orang lain, lihatlah ke dalam diri-sendiri! Biarkan yang ada di dalam diri keluar dan “berbicara” kepada kita, menyampaikan pesan tertentu, apapun resiko dan konsekuensinya! Karena jika kita menekannya ke dalam, kita kehilangan suatu antusiasme dari dalam diri, kita akan kehilangan semangat hidup. Dengarkan suara hati, apapun keadaan dan pesannya, biarkanlah tampil keluar! Sekali kita mampu menampilkannya keluar, kita akan sangat menikmatinya. Sekali kita mengetahui bagaimana kebenaran diri yang kita dengar dari suara hati, kita selalu merasa tidak nyaman kalau kita bersalah. Sejak kecil kita terus-menerus melakukan kesalahan karena kita tidak pernah mengalami kenyataan yang sebenarnya. Sejak masa kecil sesuatu yang nyata dalam diri selalu ditekan ke dalam. Sebelum anak kecil menyadari kenyataan yang sebenarnya, sudah diajari untuk menekannya. Secara tidak sadar dan secara otomatis mekanistis mereka menekan kenyataan yang ada, dan akhirnya hidup dalam keterpisahan antara diri yang sebenarnya dengan diri “orang lain”. Kita sejak kecil menekan hal-hal yang senyatanya dalam hidup kita tanpa mengetahui apa sebenarnnya yang kita tekan tersebut. Menjadi diri yang sebenarnya, yang senyatanya adalah tanggungjawab diri kita masing-masing. Kita bertanggungjawab untuk semakin menjadi diri kita yang sebenarnya. Tuhan tidak meminta pertanggungjawaban kepada kita mengapa kita tidak menjadi seperti orang lain, tetapi menjadi diri kita yang senyatanya, yang sebenarnya. Yang pokok adalah siapa sejatinya diri kita. “Jadikan dirimu sempurna seperti Tuhan menciptakan dirimu!”
(theo riyanto fic) |