GENERAL COUNCIL F.I.C. - Prins Bisschopsingel 22, 6211 JX Maastricht, The Netherlands  Phone: *31 (0) 43 3508373
Saturday, December 21 2024  - 1 User Online  
HOMEGUESTBOOKCONTACT USFORUM 



27.05.2020 15:31:30 3200x read.
INSPIRATION
Bukan “Mengisolasi Diri” melainkan “Menyendiri” : Karunia Waktu yang Lebih.

Bukan “Mengisolasi Diri” melainkan “Menyendiri” : Karunia Waktu yang Lebih.

Saya, hamba yang sederhana ini, mengetuk pintu hati Anda sekali lagi. Saya menyadari bahwa selama berada dalam periode “corona” ini, kita justru membutuhkan pendampingan spiritual yang lebih mendalam. Melalui surat ini, saya menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan solidaritas saya dengan Anda dan melakukan pendampingan persaudaraan kepada Anda semuanya. Melalui “kunjungan” saya kali ini, saya ingin menyapa Anda, memberikan harapan dan memohonkan buah-buah Roh bagi Anda yang saat ini sedang mempersiapkan diri untuk menyambut hari raya Pentakosta.

Mari kita merenungkan kehidupan kita yang sedang berubah saat ini dan membayangkan sejauh mana hidup akan menjadi sangat berbeda setelah pandemi ini. Kosa kata yang seringkali muncul akhir-akhir ini adalah “pembatasan sosial”. Dalam surat edaran saya sebelumnya, saya menyarankan agar kita mengganti istilah “pembatasan sosial” menjadi “menyendiri”. Meski demikian, masih ada istilah isolasi diri. Kita perlu memberi makna positif dari istilah yang tidak umum tersebut. Mike Walsh menyarankan agar kita memaknai istilah “isolasi diri” menjadi  apa yang dia jelaskan sebagai karunia waktu bebas yang lebih lama; di mana kita mendapatkan kesempatan untuk menjadi lebih dekat dengan diri sendiri, dengan sesama anggota komunitas, dan di atas semua itu, dengan Allah.

 

Henry Nouwen, dalam bukunya “Spirituality for a Living” membicarakan tentang tiga hal penting yang diperlukan untuk menjadi murid Yesus yang setia, yakni kesendirian, komunitas, dan pelayanan. Bagi Henry Nouwen, kesendirian adalah sebuah kesempatan untuk kita bisa berjumpa diri sendiri, tetapi juga dengan Allah. Kesendirian menjadi saat kita bisa hening dan mendengarkan suara Allah. Nouwen menggambarkan kesendirian semacam itu dalam peristiwa sengsara Yesus, yakni ketika Ia mengajak para murid memasuki Taman Gethsemani dan mengatakan kepada mereka: “Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa” (Matius 26:36). Senada dengan itu, marilah kita melihat peristiwa dibatasinya kegiatan-kegiatan di sekolah dan tempat kerasulan kita, dilarangnya aktivitas-aktivitas publik, atau bahkan lock-down, sebagai kesempatan untuk menggunakan waktu yang lebih lama untuk merenungkan tentang “Tuhan yang bekerja” dan melepaskan sejenak aktivitas “kerja buat Tuhan”.  Saya mengakui, bagi kita yang biasa sibuk, hal ini sulit, tetapi jika mengusahakannya dengan tekun setiap hari, kesempatan untuk mendengar Tuhan yang berbicara pasti akan kita peroleh. Kita akan mendengar Tuhan Yesus yang bersabda untuk membarui kita dan mengutus kita kembali berkarya sesudah pandemi ini berlalu. Saat ini, mungkin kita merindukan kegiatan-kegiatan kebersamaan seperti sebelumnya. Merindukan perjumpaan semacam itu menjadi pertanda bahwa kita adalah bagian dari komunitas umat manusia. Dalam kesendirian kita, Tuhan Yesus mengajarkan lagi hal-hal yang telah berulang kali Dia sampaikan, yakni bahwa kita semua adalah putra dan putri dari Allah Bapa yang penuh kasih dan kerahiman; bahwa kita adalah satu keluarga dan menyadari bahwa kepenuhan kemanusiaan kita hanya akan tercapai jika kita berada dalam dan bersama satu dengan yang lain.

 

Selama masa Paskah ini, bacaan-bacaan Kitab Suci dalam perayaan ekaristi selalu diambil dari Kitab Kisah Para Rasul. Dalam bacaan-bacaan tersebut, kita menemukan bagaimana komunitas jemaat Kristen perdana mencoba membarui dirinya. Lebih lanjut, kita pun mengetahui bahwa setelah kenaikan Tuhan Yesus, para rasul berkumpul di “ruang atas” di mana mereka tinggal dalam kesendirian. Di sana, mereka menyediakan waktu untuk bertekun dalam doa. Itulah yang mengawali peristiwa turunnya Roh Kudus, Pentakosta; berkat Roh Kudus, Petrus tampil di muka sebagai pemimpin komunitas. Penuh dengan Roh Kudus, para rasul meninggalkan “ruang atas” untuk mengemban tugas pelayanan dengan semangat membara. Mereka bergerak keluar menuju ke dunia, menjadi pewarta-pewarta yang berani dan mempertobatkan banyak orang, mengatasi ketakutan akan penganiayaan yang mereka alami.

 

Semoga Roh Kudus juga menyemangati dan menggerakkan kita dengan kasih yang sejati satu terhadap yang lain dan terhadap lingkungan sekitar kita, yang tanpanya kita tidak bisa bertahan hidup. Di atas semua itu, marilah kita menjadikan Allah sebagai Tuhan atas hidup kita dan jangan biarkan corona virus menjadi tuan atas kita.

 

Br. Augustine Kubdaar FIC








^:^ : IP 9.9.8.1 : 1 ms   
BROTHERS FIC
 © 2024  http://brothers-fic.org//