|
04.01.2021 17:07:09 5195x read. INDONESIA “Sudah terlanjur Berjanji kepada Tuhan” (“Wis Kadung Janji marang Gusti”). “Sudah terlanjur Berjanji kepada Tuhan” (“Wis Kadung Janji marang Gusti”) Tidak terlalu sulit menemukan keberadaan bruder yang satu ini, di antara pepohonan yang rindang di Bruderan Salatiga kami dapat menemuinya. Perjumpaan yang membahagiakan penuh keakraban seperti kakek dan cucu, kami mulai berbincang-bincang seputar panggilan. Bruder yang murah senyum ini nama lengkapnya Bruder Yosaphat Sukosuwito biasa dipanggil Bruder Yosaphat berasal dari Jitar paroki Klepu, Godean. Usianya terbilang sudah tidak muda lagi namun semangat berkarya masih tampak nyata pada bruder ini. Ia dengan tekun setiap hari memperhatikan kebun hingga tanam-tanaman tampak subur menghijau dan lingkungan sekitarnya bersih terawatt. Bagi Bruder Yosaphat tahun ini merupakan tahun (tahun 2020, red.) istimewa. Selain merayakan ulang tahun ke-80 sekaligus juga merayakan 60 tahun hidup bakti sebagai Bruder FIC. Luar biasa…bukan waktu yang singkat untuk sebuah perjalanan panggilan hidup. Mengenang masa tempo dulu 63 tahun lalu, Bruder Yosaphat bercerita awal mula jatuh cinta pada FIC. Ketertarikan menjadi bruder FIC karena pengenalannya dengan para bruder Belanda yang mengajarnya di Sekolah Teknik (ST) Pertenunan Boro. Ia masih ingat betul bruder-bruder yang ikut andil dalam panggilannya antara lain Bruder Leobardus Janssen, Bruder Josue van Nistelrooij, dan lain-lain. Dari perjumpaan itu ia mengaku sangat kagum dengan para bruder Belanda terutama cara mereka mengajar, mendidik, dan mendisiplinkan diri, semua dilakukan dengan penuh kesabaran. Ia juga senang melihat hidup para bruder itu tampak tenang, damai, dan bahagia. Dari semua hal yang menarik tersebut, yang membuatnya penasaran adalah cara para bruder itu berdoa. Ia mencoba mencari tahu dengan mendengarkannya dari luar kapel ketika para bruder berdoa, “Wah..doanya bagus sekali, walau durasinya lama”, gumannya. Dari rasa penasaran itu keinginan menajdi bruder terus berkelindan di benaknya hingga akirnya pada tahun 1958 ia memberanikan diri masuk menjadi seorang postulant. Rasa penasaran itu akhirnya terjawab yang didoakan para bruder pada waktu itu ternyata Ibadat Harian (Brevir). Mazing….rupanya Tuhan puny acara yang unik untuk memanggil murid-Nya. (Left to Right: Bros. Anton Sumardi, Yosaphat, (Late) Mateus and Anton Hadiwardaya) Dari sekian banyak pengalaman hidup, ketika ditanya apa yang membuat Bruder Yosaphat ini setia sampai 60 tahun hidup bakti sebagai FIC, dengan lugas ia menjawab, “Wis kadung janji marang Gusti,” (Sudan terlanjur berjanji kepada Tuhan), baginya prasetia adalah janji kepada Allah dan janji itu harus ditepati. Janji setia yang saya ucapkan adalah untuk seumur hidup, maka tidak ada alasan untuk “Mblenjani” (mengingkari) lari dari janji yang telah saya ucapkan, apapun resikonya harus saya perjuangkan, tegasnya. Dengan cara memperjuangkan janji suci itu secara konsisten ia meradsa bahagia walau kadang terasa berat. Ada saat-saat tertentu yang tidak mudah dalam menjalani panggilan seperti keinginan diri untuk membangun hidup berkeluarga, ada rasa ingin memiliki seperti orang lain pada umumnya. Namun sekali lagi ia ingat akan janji atau prasetia sehingga Tuhan senantiasa menuntun dan memberi rahmat kepadanya. (Left to Right: Bros. Yosaphat, Yohanes Bosko, Titus Totok and Albertus) Sosok Bruder Yosaphat ini dikenal sebagai bruder yang pembawaannya tenang, sederahana, sabta dan kebapaan, hal itu merupakan keutamaan-keutamaannya. Dlaam menghidupi pangglannya ia selalu berusaha menjaga keteraturan dalam hidup doa, berkomunitas dan penghayatan nilai-nilai prasetia. Ia mengatakan bahwa hal itu sudah ia usahakan sedari masih muda dan telah mendarah daging di dalam dirinya. Makai a berharap kepada generasi muda untuk tidak mudah meninggalkan keutamaan-keutamaan hidup sebagai religius karena itu sebenarnya inti kekuatan kita. Di sisi lain Brude Yosaphat juga menyoroti perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan ini harus disikapi dengan bijaksana dan hati-hati, jika tidak panggilan kita menjadi berkurang maknanya. Zaman terus berkembangan namun perkembangan itu bukan berarti menggerus berbagai hal dalam hidup religius kita. Inilah tantangan kita, maka Bruder Yosaphat mengajak kepada semua bruder untuk kembali pada komitmen janji setia. Janji setia itu bukan hanya sebatas pada rumusan yang harus diucapkan pada pengikraran prasetia saja tetapi disertai dengan kesetiaan. Oleh karena itu jangan pernah Lelah untuk memperjuangakannya, imbuhnya. Bila menyadari diri kita lemah, jatuh dan tidak setia maka jangan takut untuk bangkit kembali. Percayalah pada Allah yang empunya setia. Di akhir pembicaraan harapan beliau kepada orang-orang muda dan Kongregasi, semoga semakin banyak pemuda yang tertarik menjadi Bruder FIC melalui kesaksisan hidup para bruder di sekolah maupun di masayarakat. Saya selalu mendoakan dan “mangestoni” (merestui) supaya FIC makin jaya diusianya yang ke 100 tahun di Indonesia.
Oleh: Br. Robertus Koencoro, FIC (Komunitas Muntilan, Indonesia) |