|
26.03.2020 01:32:51 5089x read. INDONESIA Lahirnya Bruder- Bruder FIC Pribumi. Lahirnya Bruder- Bruder FIC Pribumi
Membaca kembali buku sejarah FIC “Donum Desursum” spontan kita berdecak kagum atas perjuangan para misionaris awal “Luar biasa Perjuangan…!” tidak mudah para bruder misionaris pertama menanamkan benih panggilan di sanubari para pemuda pribumi. Ada banyak tantangan yang dihadapi baik dari dalam maupun luar dirinya; adat istiadat (tata krama), Bahasa Jawa yang tidak mereka pahami, iklim tropis, fasilitas/makanan yang mengecewakan tidak seperti yang mereka dapatkan di Belanda. Demikian juga pihak pemerintah local yang tidak kooperatif dengan membatasi ruang gerak para misionaris FIC awal (Donum Desursum hal 17, 19). Inilah tantangan berat yang mereka harus hadapi.
Namun demikian di luar expetasi, apa yang ditunjukkan oleh para pejuang misi para bruder FIC pertama, tidak kurang dari empat tahun panggilan yang disemai di Bumi Pertiwi itu bertunas…dan bertumbuh menjadi FIC baru dengan wujud yang baru. Pada tahun 1924 lahirlah bruder pribumi pertama, para bruder misionaris menarik para pemuda Indonesia untuk bergabung dengan kongregasi. Br. Joachim menuliskan, “Rupanya misionaris pertama, Br. August dan teman-temannya, mengadakan usaha khusus untuk menarik panggilan kepada Kongregasi FIC. Usaha mereka cepat berhasil karena pada tahun 1924 sesudah kedatangan misionaris pertama, Br. Aloysius Sugiardjo dan Br. Jacobus Hendrowarsito mengikrarkan kaul pertama di Maastricht. Dalam tahun 1926 Br. Timotheus, menyusul kemudian pada tahun 1930 Br. Petrus Claver. Mereka semuanya menerima pendidikan sebagai novis di Maastricht.
Kelahiran bruder-bruder pribumi sungguh patut disyukuri karena menjadi berkat bagi kebrlangsungan Kongregasi FIC terkhusus bagi orang-orang pribumi di tanah Jawa. Hanya karana rahmat Ilahi para bruder misionaris mewartakan kabar gembira Injil Yesus Kristus. Yesus menjadi inspirasi bagi perjuangan mereka dan dijiwai oleh semangat para bruder sendiri kongregasi mereka berusaha mewujudkan cita-cita Mgr. Louis Rutten dan Br. Bernardus Hoecken mewartakan Injil ke seluruh dunia melalui pendidikan dan pembinaan Kristiani dengan cara menumbuhkan tunas generasi baru di tanah misi.
Pada waktu itu rasanya para Bruder FIC Belanda mampu membebaskan diri dari kecenderungan pandangan buruk kebanyakan orang Belanda waktu itu tentang orang-orang pribumi. Para bruder FIC mampu menerima dan mempercayai orang-orang pribumi. Orang-orang pribumi bukan hanya orang yang perlu diberdayakan. Lebih dari itu, orang pribumi adalah manusia yang bisa dipercayai dan dijadikan saudara seperjuangan menghadirkan Kerajaan Allah di dunia dengan menjadi Bruder FIC. Tak berlebihan bila kini kita hayati fakta sejarah ini sebagai karya Roh Kudus yang mencerahkan kehidupan.
Hal lain yang pantas kita syukuri adalah karakter unggul para bruder pribumi pertama. Pastilah mereka mengalami shock budaya ketika harus menempuh masa pendidikan calon bruder di Maastricht. Pada waktu itu cara hidup dan kondisi hidup di Belanda pasti jauh lebih maju ketimbang di Nusantara. Iklim dan cuaca di Belanda/Eropa yang jauh berbeda dengan di Nusantara pasti ikut menantang mereka. Syukurlah para bruder pribumi generasi awal mampu bertahan. Itu artinya kongregasi FIC dikaruniai pemuda-pemuda yang berkarakter tangguh. Itu artinya juga FIC dikaruniai pemuda yang kreatif mengelola masalah dan tantangan hidup. Jerih payah dan perjuangan para bruder generasi awal seperti membuka gerbang bagi semakin tumbuh, berkembang, dan mengakarnya FIC di bumi pertiwi ini. Itulah warisan karakter dari para bruder pribumi generasi awal yang pantas disyukuri.
(diambil dari Majalah Komunikasi edisi V, Januari-Februari 2020)
|