|
12.06.2019 14:41:39 5380x read. INSPIRATION Hadiah bagi Diri Sendiri dan Orang Lain. (Theo Riyanto FIC) Hadiah bagi Diri Sendiri dan Orang Lain. Kaca rias, gelang emas dan perak, keramik dari negeri Cina, pakaian bayi, mesin pembuat kopi, taplak meja makan dari linen dan serbet makan yang indah, memenuhi pajangan dekat jendela sebuah toko yang ada di depan saya. Di kaca jendela tertulis dengan jelas dan mencolok “Kado” dan “Hadiah Istimewa”. “Tempat yang indah dan sangat rapi”, gumam saya dalam hati sambil mengamati barang-barang yang dipajang. Semua barang yang dipajang di toko ini adalah barang-barang spesial sebagai hadiah atau kado. Kenangan yang membahagiakan saat pesta ulang tahun, pesta perkawinan, pesta peringatan, atau hari jadi yang istimewa, membuat kenangan yang menggembirakan bagi banyak orang. Saya juga lalu teringat saat-saat yang membahagiakan ketika mendapatkan hadiah-hadiah tertentu dari keluarga, teman atau sahabat, kolega, dan orang-orang di sekitar saya. Alasan mengapa kita senang saling memberikan hadiah adalah sesuatu yang sangat alamiah di dalam diri kita: kita semua diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan yang adalah “Sang Pemberi-Hadiah”. Dalam rangka menjadi diri kita sendiri yang sesungguhnya, kita hendaknya memberikan diri sendiri dengan penuh cinta seperti yang telah dilakukan Tuhan kepada kita dan kepada orang-orang lain. Melakukan segala sesuatu tanpa pemberian diri penuh cinta, menjadikan diri kita tidak puas dan merasa ada sesuatu yang belum selesai dalam hidup kita. Drama yang paling spesial dalam kehidupan kita adalah perjuangan kita untuk sungguh menjadi hadiah bagi diri sendiri dan orang lain, juga bagi Tuhan yang telah terlebih dahulu menghadiahkan diri-Nya bagi kita.
Ada banyak cara yang dapat kita buat dan lakukan agar kita dapat menjadi hadiah bagi orang lain, antara lain: sungguh-sungguh mempersiapkan pekerjaan kita; cepat mengunjungi atau menelepon teman yang berbaring di rumah sakit atau di rumah; memberikan salam-sapa dan senyuman kepada orang yang berpapasan atau teman sekantor; cepat menyampaikan penghargaan kepada orang lain. Menyiapkan makanan bagi keluarga kita, mengajak anak-anak untuk berekreasi, menemani anak dalam belajar atau bermain, juga merupakan cara-cara kita untuk bisa menjadi hadiah bagi yang lain. Memberikan diri sendiri kepada orang lain, merupakan panggilan bagi setiap orang kristiani. Memberikan diri sendiri bagi orang lain membuat diri kita sebagai sesuatu yang istimewa di tengah dunia yang dipenuhi dengan sifat materialisme dan konsumerisme yang berpusat pada diri sendiri.
Saya lalu berjalan keluar dan melanjutkan perjalanan saya. Tidak lama kemudian, saya menemukan lagi sebuah toko yang juga menjual barang-barang kado atau hadiah. Nama tokonya adalah “Istana Hadiah” Saya berhenti sebentar untuk menikmati pajangan yang menarik dari kado-kado yang ditata rapi dan menarik. Dari jendela toko tampak satu set cangkir perak, satu set gelas yang indah dan piring-piring yang dilukis dengan indah. Bayangan bis nomor 6 yang biasa saya tumpangi tampak indah di teko teh perak yang sedang saya amati. Saya kemudian mengamati indahnya mangkok sari buah yang terbuat dari kristal yang indah cemerlang warna-warni. Saya tertarik juga untuk mengamati tiang lilin yang diukir indah dan beberapa barang hias yang kerlap-kerlip diterpa sinar mentari. Misteri Tuhan Sang Pemberi memiliki sisi yang lain juga: Tuhan, juga merupakan Tuhan yang menerima tanpa batas. Tuhan menerima diri kita masing-masing sebagai hadiah setiap detik dalam keseharian kita. Dalam kegembiraan dan kesusahan, dalam keegoisan dan cinta diri, dalam keinginan dan kesenangan, dalam doa-doa, dan dalam usaha-usaha kita yang gagal untuk berintimasi dengan-Nya, bahkan dalam kesalahan kita untuk memahami Tuhan, Tuhan selalu menerima kita Tuhan menerima kita dengan seluruh situasi dan keadaan kita. Maka, untuk menjadi diri kita yang sebenar-benarnya, seperti yang diciptakan dalam gambaran ilahi, kita harus belajar tidak hanya untuk menjadi hadiah, tetapi juga untuk menerima orang lain sebagai hadiah. Kita harus menghayati kehidupan kita dengan penuh rasa syukur, memandang orang-orang di sekitar kita, setiap situasi dan setiap peristiwa adalah hadiah yang menunggu untuk kita terima, juga ketika hadiah itu datang dalam bentuk penderitaan dan penghinaan.
Kita menerima hadiah ketika kita membiarkan orang lain untuk mengasihi kita, kita tidak lagi menjadi “tuan” dari situasi yang ada. Pada tingkat tertentu, kita membiarkan diri “rapuh dan lemah”, dan terbuka untuk suatu intimasi. Tentu saja hal ini tidak berpengaruh pada budaya yang berpusat pada diri sendiri yang menarik semuanya pada diri sendiri dan diri kitalah yang mengontrol segala sesuatunya. Saya melanjutkan perjalanan sambil menikmati jalanan yang masih sepi. Sambil berjalan saya mulai merenungkan orang-orang yang telah menjadi hadiah bagi saya pribadi. Orang tua, kakak dan adik, teman kerja, sahabat baik laki- laki maupun perempuan. Seberapa penuh saya menerima mereka sebagai hadiah? Sering kali saya menjaga jarak yang “aman” dengan mereka, mencoba untuk menjadi “pengendali” situasi. Saya merasa tidak mengalami kesulitan untuk menerima mereka sebagai hadiah bagi saya pribadi, kecuali pada masa tertentu saya mengalami kesulitan untuk menerima ayah sebagai sungguh-sungguh hadiah bagi saya. Syukurlah, bahwa saya, dengan bantuan pendamping rohani, mampu menyembuhkan perasaan itu dan kemudian mampu menerima ayah saya sebagai sungguh-sungguh hadiah bagi saya. Kadang dalam hidup, saya juga sulit untuk menerima Tuhan tanpa syarat. Saya sering ingin tetap memegang kendali kehidupan sekaligus menerima Kristus sebagai hadiah yang tak terkira. Sebelum saya memahami hal ini, saya sudah sampai di depan rumah, dan siap-siap dengan kunci untuk membuka pintu rumah. Tuhan, saya berdoa dengan tenang, izinkan saya untuk memberikan diri saya dan menerima orang lain serta diri- Mu sendiri sebagai hadiah-hadiah bagi saya. Semoga hidup saya dapat sedikit berguna dalam menjadikan dunia ini sebagai “Istana Hadiah” bagi setiap pribadi yang tinggal di dalamnya.
|