GENERAL COUNCIL F.I.C. - Prins Bisschopsingel 22, 6211 JX Maastricht, The Netherlands  Phone: *31 (0) 43 3508373
Wednesday, December 3 2025  - 1 User Online  
HOMEGUESTBOOKCONTACT USFORUM 



17.11.2025 18:27:29 142x read.
INSPIRATION
Renungan dari Kalimat Kedua Refleksi Dasar Konstitusi FIC

Persekutuan yang Menghadirkan Kerajaan Allah

Kalimat kedua Refleksi Dasar Konstitusi FIC berbunyi: “Dalam persekutuan yang erat dengan Yesus Kristus, dengan sesama bruder, dan dengan sesama manusia, kita mengabdikan diri kepada pertumbuhan terus-menerus Kerajaan Allah di dalam diri kita, di dalam persekutuan kita, di dalam Gereja, dan di dalam dunia tempat kita hidup.”

Persekutuan sebagai Dasar Kehidupan

Yesus sendiri menegaskan pentingnya persekutuan dalam doa-Nya: “Aku berdoa supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yohanes 17:21). Doa ini menunjukkan bahwa kesatuan bukan sekadar cita-cita sosial, melainkan panggilan rohani yang berakar pada relasi dengan Allah Tritunggal.

Urutan persekutuan dalam teks Refleksi Dasar Kostitusi FIC—Kristus, sesama bruder, sesama manusia—menunjukkan bahwa persaudaraan sejati lahir dari Kristus. Tanpa Kristus, persekutuan mudah rapuh, terpecah oleh ego dan kepentingan pribadi. Dengan Kristus, persekutuan menjadi saksi nyata kasih Allah di dunia.

Untuk memperkaya renungan ini, kita dapat menyinggung pemikiran St. Augustinus. Dalam karyanya De Civitate Dei (Kota Allah), Augustinus menekankan bahwa ada dua “kota”: Kota Allah yang dibangun atas dasar kasih kepada Allah, dan Kota Dunia yang dibangun atas dasar cinta diri. Persekutuan yang sejati adalah tanda Kota Allah, di mana manusia hidup bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kemuliaan Allah dan kesejahteraan sesama.

Pemikiran Augustinus ini sejalan dengan dinamika pertumbuhan Kerajaan Allah yang tersirat dalam Refleksi Dasar Konstitusi FIC: pertumbuhan Kerajaan Allah dimulai dari dalam diri, lalu meluas ke komunitas, Gereja, dan dunia. Jika hati kita masih dikuasai oleh “cinta diri” yang egois, kita akan sulit membangun persekutuan. Tetapi jika Allah sungguh meraja dalam diri kita, maka kita menjadi bagian dari Kota Allah yang menghadirkan damai dan kasih di tengah dunia.

Relevansi dalam Kehidupan Masa Kini

Dunia saat ini ditandai oleh polarisasi politik, konflik sosial, krisis lingkungan, dan ketidakadilan ekonomi. Dalam konteks ini, panggilan untuk membangun persekutuan menjadi semakin mendesak.

  • Dalam komunitas digital, kita sering melihat ujaran kebencian dan perpecahan. Persekutuan dengan Kristus menuntun kita untuk menghadirkan kasih melalui sikap saling menghargai dan mendengarkan.
  • Dalam kehidupan sosial, kita diajak untuk melihat sesama bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai saudara.
  • Dalam Gereja, kita dipanggil untuk menjadi tanda Kerajaan Allah melalui solidaritas, pelayanan, dan kesaksian hidup.

Kerajaan Allah hadir ketika kita melawan egoisme, mengutamakan kepentingan bersama, dan membiarkan kasih Allah mengubah hati.

Pertanyaan Reflektif

  • Apakah aku sungguh menempatkan Yesus Kristus sebagai pusat dari hidup persekutuanku, ataukah aku masih lebih sering mengandalkan kekuatan diri sendiri?
  • Bagaimana aku membangun persekutuan yang sehat dengan sesama di tengah perbedaan pendapat, budaya, atau keyakinan?
  • Apakah aku sudah merasakan Kerajaan Allah hadir dalam diriku melalui damai, sukacita, dan kasih?
  • Bagaimana aku bisa menghadirkan tanda Kerajaan Allah di dunia yang sedang terluka oleh ketidakadilan dan ketidakpedulian?

Untuk mewujudkan pesan tentang hidup persekutuan ini bukanlah hal mudah. Ada beberapa tantangan nyata yang harus kita hadapi:

  1. Egoisme pribadi – kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri sering kali menghalangi kita membangun persekutuan.
  2. Perbedaan budaya dan pandangan – dunia yang plural menuntut kita untuk belajar menerima perbedaan tanpa kehilangan identitas iman.
  3. Godaan digital – media sosial bisa menjadi sarana persekutuan, tetapi juga bisa memicu perpecahan. Kita ditantang untuk menggunakannya secara bijak.
  4. Krisis solidaritas – di tengah individualisme modern, kita ditantang untuk kembali pada semangat berbagi dan peduli terhadap sesama.

Menghadapi tantangan ini, kita diajak untuk meneladani Kristus yang rela mengosongkan diri demi keselamatan manusia (Filipi 2:6-7). Dengan demikian, hidup persekutuan bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata yang menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.

Penutup

Renungan ini mengajak kita untuk kembali ke akar, yaitu persekutuan dengan Kristus. Dari sana, persekutuan dengan sesama bruder dan sesama manusia menjadi mungkin dan bermakna. Seperti yang ditegaskan Augustinus, hanya dengan kasih kepada Allah kita dapat membangun Kota Allah di tengah dunia. Pertumbuhan Kerajaan Allah dimulai dari hati yang terbuka, lalu meluas ke komunitas, Gereja, dan akhirnya dunia.

Tantangan memang besar, tetapi panggilan kita jelas: menjadi saksi nyata bahwa Allah sungguh meraja dalam hidup kita.

 








^:^ : IP 9.9.8.1 : 1 ms   
BROTHERS FIC
 © 2025  http://brothers-fic.org//